Perkembangan teknologi komputer di perbankan
1. teknologi komputer perbankan
Semakin
majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan
teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah.
yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke
cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk
menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan
teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat
internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan
bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para
perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai
unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
- Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
- Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
- Penggunaan Database di bank – bank.
- Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan
klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email,
teleconference.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para
perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai
unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya
pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking
dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari
pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi
pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.
2. Kriteria pemilihan teknologi perangkat lunak perbankan
Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan
intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam
menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah.
Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui
computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran
dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis
kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas
pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut
diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu
kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan
otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan
perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin
khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau
unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada
berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja
tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan
teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil
kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara
sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank.
Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung,
menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di
bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan
hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan
informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis
teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang
digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua
kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal
ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software
computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar
relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara
kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan
dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif
dan memberikan nilai tambah terhadap bank.
Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank
Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system
aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta
asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh
melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas
pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan
biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang
dihasilkannya.
Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan
kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa
ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi
keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi
harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain
memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR
kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm
operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya
relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah
dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap
sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer
sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur
yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya
sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua
bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank
memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data
atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan
oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer
perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan
pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa
mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai
kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya.
Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut
tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan.
System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan
pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan
petunjuk pemecahan masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk
yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang
lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit)
atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang
berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih
transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank
beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam
arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya
yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau
perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah
di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut
relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank
menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut.
Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software
tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.
8. Struktur informasi dan hubungan antar sub sistem aplikasi bank
Hubungan antar sub sistem aplikasi pada operasional bank.
Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.
Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.
sumber :http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/05/04/perkembangan-teknologi-komputer-di-perbankan/
3. STRUKTUR INFORMASI DAN HUBUNGAN ANTAR SUB SISTEM APLIKASI BANK
HUBUNGAN ANTAR SUB SISTEM APLIKASI PADA OPERASIONAL BANK
Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan. Hubungan tersebut bisa dilihat pada gambar berikut.
Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan. Hubungan tersebut bisa dilihat pada gambar berikut.
Opini : disini dijelaskan Antara hub nasabah dan bank semakin
baik dengan adanya system yg dibuat seperti gambar di atas. Jadi nasabah
tidak perlu khawatir uang yg disimpan dalam bank aman dan semua sudah
dibuat sistemnya jadi jika terdapat masalah tinggal melihat system yg
sudah dibuat oleh bank itu sendiri. Aktifitas pertama nasabah sudah
terlihat di awal system dan dijelaskan dan peran bank pun sudah trlihat
jelas tinggal bagaimana nasabah mempelajari dan bank memberi gambaran
system yg digunakan kepada nasabah.
sumber : http://ri2stugas.blogspot.com/2011/05/struktur-informasi-dan-hubungan-antar.html
sumber : http://ri2stugas.blogspot.com/2011/05/struktur-informasi-dan-hubungan-antar.html
4. Prinsip Kliring
Kliring (dari Bahasa Inggris “clearing”) sebagai suatu
istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang
berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga
selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab
kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang
dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan asset transaksi. Kliring melibatkan
manajemen dari paska perdagangan pra penyelesaian, ekposur kredit guan
memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar
walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian
kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan pemantauan marjin
risiko netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan, perpajakan
dan penanganan kegagalan.
Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh bank koresponden dan Federal Reserve.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh bank koresponden dan Federal Reserve.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
5. REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
A. Pengertian BI-RTGS
“Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual”. Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.
“Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual”. Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.
B. Penyelenggara BI-RTGS
Penyelenggara sistem BI-RTGS dalam hal ini adalah Bank Indonesia selaku bank sentral.
Penyelenggara sistem BI-RTGS dalam hal ini adalah Bank Indonesia selaku bank sentral.
C. Tujuan BI-RTGS
1. Menyediakan sarana transfer dana antar peserta yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
2. Kepastian settlement dapat diperoleh dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
3. Menyediakan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh.
4. Meningkatkan disiplin dan profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
5. Mengurangi risiko-risiko settlement.
1. Menyediakan sarana transfer dana antar peserta yang lebih cepat, efisien, andal dan aman.
2. Kepastian settlement dapat diperoleh dengan lebih segera (irrevocable dan unconditional).
3. Menyediakan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh.
4. Meningkatkan disiplin dan profesionalisme peserta dalam mengelola likuiditasnya.
5. Mengurangi risiko-risiko settlement.
D. Manfaat BI-RTGS
1. Pengiriman transfer dana lebih aman, dengan jaminan keamanan sistem penyelenggaraan.
2. Pengiriman transfer dana lebih cepat dengan jaminan dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.
1. Pengiriman transfer dana lebih aman, dengan jaminan keamanan sistem penyelenggaraan.
2. Pengiriman transfer dana lebih cepat dengan jaminan dapat diterima oleh nasabah penerima pada hari yang sama.
E. Mekanisme Settlement
Mekanisme penyelesaian transaksi antar bank saat ini terdapat dua mekanisme yaitu melalui sistem kliring dan BI_RTGS. Sistem kliring menggunakan metode net settlement yaitu proses penyelsaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir priode dengan melakukan offsetting antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1 net hak atau kewajiban yang akan disettle untuk masing-masing rekening bank.. BI-RTGS menggunakan sistem gross settlement yaitu setiap transaksi diperhitungkan secara individual.
Dalam transaksi tersebut antara sistem kliring dan sistem BI-RTGS juga memiliki perbedaan dalam nominal. Jumlah nominal yang kurang dari Rp.100.000.000maka transaksi tersebut melelui sistem kliring, untuk transaksi yang lebih dariRp.100.000.000 maka melalui sistem BI-RTGS.
Secara umum mekanisme transaksi transfer dana antara peserta BI-RTGS adalah :
1. Peserta pengirim menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya ditransmisikan ke RCC di Bank Indonesia.
2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Mengecek kecukupan saldo apakah saldo rekening giro peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai nominal credit transfer.
b. Jika saldo rekening giro peserta pengirim mencukupi akan dilakukan posting secara simultan pada rekening giro peserta pengirim dan rekening giro peserta penerima.
c. Jika saldo rekening giro peserta pengirim tidak mencukupi, credit transfer tersebut akan ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.
3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke RT peserta pengirim dan RT peserta penerima.
Mekanisme penyelesaian transaksi antar bank saat ini terdapat dua mekanisme yaitu melalui sistem kliring dan BI_RTGS. Sistem kliring menggunakan metode net settlement yaitu proses penyelsaian akhir transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir priode dengan melakukan offsetting antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan sehingga hanya ada 1 net hak atau kewajiban yang akan disettle untuk masing-masing rekening bank.. BI-RTGS menggunakan sistem gross settlement yaitu setiap transaksi diperhitungkan secara individual.
Dalam transaksi tersebut antara sistem kliring dan sistem BI-RTGS juga memiliki perbedaan dalam nominal. Jumlah nominal yang kurang dari Rp.100.000.000maka transaksi tersebut melelui sistem kliring, untuk transaksi yang lebih dariRp.100.000.000 maka melalui sistem BI-RTGS.
Secara umum mekanisme transaksi transfer dana antara peserta BI-RTGS adalah :
1. Peserta pengirim menginput credit transfer ke dalam terminal RTGS (RT) untuk selanjutnya ditransmisikan ke RCC di Bank Indonesia.
2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Mengecek kecukupan saldo apakah saldo rekening giro peserta pengirim lebih besar dari atau sama dengan nilai nominal credit transfer.
b. Jika saldo rekening giro peserta pengirim mencukupi akan dilakukan posting secara simultan pada rekening giro peserta pengirim dan rekening giro peserta penerima.
c. Jika saldo rekening giro peserta pengirim tidak mencukupi, credit transfer tersebut akan ditempatkan dalam antrian (queue) sistem BI-RTGS.
3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan (settled) akan ditransmisikan secara otomatis oleh RCC ke RT peserta pengirim dan RT peserta penerima.
Gambar 1.
Mekanisme Transfer Dana Melalui BI-RTGS
Bank Indonesia
Bank Pengirim
Nasabah Pengirim
Bank Penerima
Nasabah Penerima
Level Bank
Level Nasabah
Mekanisme Transfer Dana Melalui BI-RTGS
Bank Indonesia
Bank Pengirim
Nasabah Pengirim
Bank Penerima
Nasabah Penerima
Level Bank
Level Nasabah
F. Peserta BI-RTGS
Peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank yang dikelompokan dalam peserta langsung dan peserta tidak langsung. Peserta lansung adalah peserta yang dapat secara lansung melakukan transaksi dengan menggunakan sistem milik bank peserta sendiri. Peserta tidak langsung tidak dapat melakukan transaksi melalui sistem RTGS milik peserta melainkan melalui RTGS milik Bank Indonesia.
Status peserta BI-RTGS :
a. Peserta aktif
Yaitu pesrta yang dapat mengirim keluar, menerima masuk dan melakukan seluruh fungsi lainnya dalam RTGS Terminal.
b. Peserta ditangguhkan
Yaitu peserta yang dapat menerima transfer masuk, melakukan seluruh fungsi laian dalam RTGS Terminal namun tidak dapat mengirim transfer keluar. Hal biasanya disebabkan karena saldo rekening tidak mencukupi sampai dengan cut off time, adanya permintaan tertulis dari pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan peserta.
c. Peserta dibekukan
Yaitu peserta yang tidak dapat mengirim transfer keluar dan tidak dapat menerima namun dapat melakukan fasilitas enquiry. Salah satu penyebabnya adalah adanya permintaan dari pihak yang berwenang dalam pengawasan peserta.
d. Peserta ditutup
Peserta yang tidak dapat melakukan transaksi, seluruh transaksi ditolak oleh RCC. Karena permintaan dari pihak berwenang dan keputusan merger, akuisisi, konsolidasi atau pencabutan izin usaha Bank.
Peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank yang dikelompokan dalam peserta langsung dan peserta tidak langsung. Peserta lansung adalah peserta yang dapat secara lansung melakukan transaksi dengan menggunakan sistem milik bank peserta sendiri. Peserta tidak langsung tidak dapat melakukan transaksi melalui sistem RTGS milik peserta melainkan melalui RTGS milik Bank Indonesia.
Status peserta BI-RTGS :
a. Peserta aktif
Yaitu pesrta yang dapat mengirim keluar, menerima masuk dan melakukan seluruh fungsi lainnya dalam RTGS Terminal.
b. Peserta ditangguhkan
Yaitu peserta yang dapat menerima transfer masuk, melakukan seluruh fungsi laian dalam RTGS Terminal namun tidak dapat mengirim transfer keluar. Hal biasanya disebabkan karena saldo rekening tidak mencukupi sampai dengan cut off time, adanya permintaan tertulis dari pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan peserta.
c. Peserta dibekukan
Yaitu peserta yang tidak dapat mengirim transfer keluar dan tidak dapat menerima namun dapat melakukan fasilitas enquiry. Salah satu penyebabnya adalah adanya permintaan dari pihak yang berwenang dalam pengawasan peserta.
d. Peserta ditutup
Peserta yang tidak dapat melakukan transaksi, seluruh transaksi ditolak oleh RCC. Karena permintaan dari pihak berwenang dan keputusan merger, akuisisi, konsolidasi atau pencabutan izin usaha Bank.
G. Resiko-Resiko Sistem Pembayaran
Dari sisi pengelolaan risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting, saat ini belum ada suatu mekanisme untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya pada penyelesaian akhir atas hasil kliring.
Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya. Termasuk dalam kategori risiko ini adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih parah lagi adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara keseluruhan (principal risk). Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko dimana counterparty tidak mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitas likuiditas bagi peserta penerima yang pada gilirannya nanti mungkin akan meningkatkan cost of fund dari peserta karena harus mencari dari money market dengan cepat.
Selaku Bank penyelenggara, Indonesia harus mengawasi jalannya sistem BI-RTGS untuk mengantisipasi adanya resiko sebagaimana tersebut di atas. Bank Indonesia juga harus konsen terhadap Systemic risk yang mungkin terjadi dalam lalu lintas pembayaran. Systemic risk adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya.karena dikhawatirkan hal tersebuit dapat memicu kesulitas finansial yang dapat menggangu dalam lalu lintas pembayaran.
Sebagai akhir yang diharapkan dari adanya sistem BI-RTGS ini yaitu
1. dengan adanya BI-RTGS diharapakan resiko-resiko dapat diminimalisir, dengan adanya kemampuan melakukan transfer secara real time diharapakan mampu mengurangi resiko dalam proses settlement karena trnsaksi dilaksanakan apibila jumlah saldo mencukupi.
2. Dengan adanya BI-RTGS diharapakan mampu mencukupi kebutuhan pihak yang dengan tersedianya mekanisme pembyaran yang relatif sangat cepat. Biasanya hal ini sangat dibutuhkan untuk transaksi jual beli saham/skuritas.
3. Dengan implementasi BI-RTGS diharapkan mampu mengurangi systemic risk. Resiko ini dapat dikurangi dengan toiga cara: Pertama, penurunan secara signifikan intraday interbank exposure akan dapat mengurangi kemungkinan ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup kerugian atau menutup kekurangan likuiditas karena peserta lain tidak mampu memenuhi kewajibannya. Kedua, sistem BIRTGS akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya unwinding payment yang dapat merupakan penyebab terjadinya systemic risk dalam net settlement. Ketiga, karena peserta dapat melakukan settlement setiap saat selama window time, maka waktu settlement tidak lagi hanya terfokus pada suatu waktu tertentu saja. Hal ini akan memberikan waktu yang cukup bagi peserta untuk menyelesaikan kesulitan likuiditasnya dengan cara meminjam dari peserta lain atau menunggu incoming transfer dari peserta lain.
Dari sisi pengelolaan risiko dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting, saat ini belum ada suatu mekanisme untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan peserta dalam memenuhi kewajibannya pada penyelesaian akhir atas hasil kliring.
Secara umum terdapat dua jenis risiko dalam sistem pembayaran yakni risiko kredit dan risiko likuiditas. Risiko kredit adalah risiko dimana counterparty tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar secara penuh baik pada saat jatuh tempo maupun pada saat sesudahnya. Termasuk dalam kategori risiko ini adalah unrealized gains atas kontrak-kontrak yang gagal dilaksanakan (replacement cost risk) dan yang lebih parah lagi adalah risiko tidak terbayarnya suatu transaksi secara keseluruhan (principal risk). Sedangkan risiko likuiditas adalah risiko dimana counterparty tidak mampu membayar secara keseluruhan pada saat jatuh tempo melainkan membayar sesudah jatuh tempo. Hal ini tentu akan dapat menimbulkan kesulitas likuiditas bagi peserta penerima yang pada gilirannya nanti mungkin akan meningkatkan cost of fund dari peserta karena harus mencari dari money market dengan cepat.
Selaku Bank penyelenggara, Indonesia harus mengawasi jalannya sistem BI-RTGS untuk mengantisipasi adanya resiko sebagaimana tersebut di atas. Bank Indonesia juga harus konsen terhadap Systemic risk yang mungkin terjadi dalam lalu lintas pembayaran. Systemic risk adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya.karena dikhawatirkan hal tersebuit dapat memicu kesulitas finansial yang dapat menggangu dalam lalu lintas pembayaran.
Sebagai akhir yang diharapkan dari adanya sistem BI-RTGS ini yaitu
1. dengan adanya BI-RTGS diharapakan resiko-resiko dapat diminimalisir, dengan adanya kemampuan melakukan transfer secara real time diharapakan mampu mengurangi resiko dalam proses settlement karena trnsaksi dilaksanakan apibila jumlah saldo mencukupi.
2. Dengan adanya BI-RTGS diharapakan mampu mencukupi kebutuhan pihak yang dengan tersedianya mekanisme pembyaran yang relatif sangat cepat. Biasanya hal ini sangat dibutuhkan untuk transaksi jual beli saham/skuritas.
3. Dengan implementasi BI-RTGS diharapkan mampu mengurangi systemic risk. Resiko ini dapat dikurangi dengan toiga cara: Pertama, penurunan secara signifikan intraday interbank exposure akan dapat mengurangi kemungkinan ketidakmampuan suatu peserta dalam menutup kerugian atau menutup kekurangan likuiditas karena peserta lain tidak mampu memenuhi kewajibannya. Kedua, sistem BIRTGS akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya unwinding payment yang dapat merupakan penyebab terjadinya systemic risk dalam net settlement. Ketiga, karena peserta dapat melakukan settlement setiap saat selama window time, maka waktu settlement tidak lagi hanya terfokus pada suatu waktu tertentu saja. Hal ini akan memberikan waktu yang cukup bagi peserta untuk menyelesaikan kesulitan likuiditasnya dengan cara meminjam dari peserta lain atau menunggu incoming transfer dari peserta lain.
http://sumeleh99.wordpress.com/2010/03/27/real-time-gross-settlement-bi-rtgs/
6. Perkembangan
Teknologi Perbankan Elektronik :
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah
menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana
transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika.
Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap
orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan
jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan
dalam segala aspek kehidupan kita.
Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan
informasi yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan
sebagai sarana untuk melakukan transaksi perbankan. Bank di Indonesia mulai
memasuki dunia maya yaitu internet banking atau yang lebih dikenal dengan
E-Banking, yang merupakan bentuk layanan perbankan secara elektronik melalui
media internet. E-Banking pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi
perbankan antara pihak bank dan nasabah dengan menggunakan media internet.
Jenis-Jenis E-Banking :
Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik
yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan
nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank,
melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh
nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa
layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau
terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang
langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang
dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah)
yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer
elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
Direct Payment (also electronic bill payment). Salah
satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui
transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari
rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari
preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi
direct payment.
Direct Payment (also electronic bill payment). Bentuk
pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau
pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening
bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan
tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang
tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format
elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih
lanjut.
Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau
“pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang
diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan
pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales.
Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara
elektronik.
Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk
pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin
otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan
biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik,
tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan
ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang
menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar
nilai tadi ke penerbit kartu.
Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di
dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa
menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan
khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening,
dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka
(misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya
MasterCard atau Visa networks).
Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah
nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau
melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Prinsip Penerapan E-Banking dan M-Banking :
Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu aktifitas
layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi dan teknologi,
e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan internet banking.
E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk bank
secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi
interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
Contoh-contoh E-Banking yang diterapkan di dalam sebuah bank
adalah :
ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal.
Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur
tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan
tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk
melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan
telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain
(dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM,
kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan,
berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk
mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang,
yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut
sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan
penggunaannya.
Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan
transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon
rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia
pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah
berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu
untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani
oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk
transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit,
listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank
lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh
dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup
menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai
transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan
nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau
PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu
informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan
antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian
(voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini
adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara
lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone
Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah
SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening,
pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan
telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat
pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran
ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena
nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini
pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat
tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah
bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar
kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.
Internasional Elektronik Fund Transfer :
Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah menjadi
metode utama yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang dilakukan
lembaga keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai pemindahan
dana yang diawali dari terminal elektronik, instrument telpon, computer, atau
magnetic tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan kewenangan kepada
lembaga keuangan untuk mendebet atau mengkredit rekening. Kemampuan
lembaga keuangan untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan
perkembangan teknologi computer dan teknologi komunikasi data.